Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian rencananya akan digugat oleh kuasa hukum Sri Bintang Pamungkas, Dahlia Zein ke Pengadilan Internasional di Swiss.
Hal ini dilakukan karena Sri Bintang Pamungkas merasa penahanannya didasari sesuatu yang tidak jelas. Karena itu dia ingin menggugat ke pengadilan internasional agar mendapatkan keadilan.
Seperti diketahui Sri Bintang Pamungkas ditangkap dan ditahan sebelum Aksi Bela Islam III “212” (2/12/2016) lalu. Ia mendekam di penjara tanpa dokumen administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 24-29 KUHAP serta dijadikan tersangka dengan tuduhan makar.
Dalam wawancara dengan CNN Sri Bintang Pamungkas menyebut bahwa apa yang dipikirkan penyidik tentang makar dan makar yang dimaksud dalam KUHP berbeda.
Berikut rangkuman wawancara dengan Sri Bintang Pamungkas (31/3/2017):
Bagaimana Anda melihat sangkaan makar terhadap diri Anda?
Pikiran mereka tentang makar tidak sesuai dengan yang mereka sampaikan dalam pasal KUHP. Saya enggak tahu pikiran mereka tentang makar. Tetapi kalau dikaitkan dengan yang disebut dalam Pasal 107, 108, 110 KUHP, pikiran mereka tidak sama dengan itu. Dari situ saya berkesimpulan bahwa Polri bodoh. Mereka enggak tahu isi pasal itu, tetapi menggunakan pikiran mereka tentang makar dengan menggunakan pasal tersebut. Itu pula sebabanya saya tidak mau menjawab pertanyaan mereka. Karena makar yang di otak penyidik dengan yang dituduhkan tidak sama.
Berdasarkan KUHAP, masa penahanan di penyidikan seharusnya 20 hari plus 40 hari, tapi yang terjadi lebih dari itu. Bagaimana detail yang Anda alami?
Polisi sekadar menahan. Atas dasar apa, saya enggak tahu. Dugaan saya, ada orang di balik Polri yang meminta begitu. Mereka punya agen-agen untuk membungkam. Penahanan terhadap diri saya tidak punya dasar. Saat 20 hari pertama saya ditahan, enggak ada dokumen untuk memperpanjang. Mereka datang setelah 30 hari, dan mengatakan penahanan saya diperpanjang 30 hari. Mereka berusaha mendapat izin dari Kejaksaan untuk memperpanjang lagi masa penahanan saya setelah 60 hari. Tetapi izin dari Kejaksaan tidak diperlihatkan kepada saya, seharusnya diperlihatkan. Saya dulu pernah ditahan atas tuduhan subversif tahun 1996. Tapi saat itu administrasi lengkap. Saya ditahan 20 hari, diperpanjang 40 hari, ada surat dari Kejaksaan dan pengadilan, ada semua. Untuk kasus subversif, secara administrasi lebih baik, perintah dalam KUHAP dilaksanakan. Yang kali ini tidak.
Anda pernah diperiksa selama ditahan?
Pada hari ke-20, saya dipanggil untuk diperiksa. Saya menyiapkan delapan poin pernyataan untuk ditulis penyidik dan menjadi bagian dari BAP hari itu. Di antaranya adalah, tidak ada tindakan makar, cara polisi menyidik saya tidak profesional, polisi tidak taat HAM, sehingga dengan ini saya melaporkan kepada parlemen dunia tentang tindakan ini. Saya juga sempat diminta menjadi saksi untuk tersangka Rachmawati (Soekarnoputri). Kira-kira pada hari ke-60. Tetapi dalam hati saya menolak karena itu sama saja saya berkhianat dengan teman sendiri. Ternyata pada hari dan jam yang ditentukan, mereka pun tidak menjemput saya untuk diperiksa.
Bagaimana kehidupan Anda selama ditahan 3 Desember sampai 15 Maret?
Selama 5-6 hari, saya ditahan bersama Jamran dan Rizal (kakak beradik yang juga dijadikan tersangka 2 Desember 2016) di Tahanan Khusus Narkotika Polda Metro Jaya. Setelah itu dipisah, mereka berdua, saya juga berdua dengan narapidana polisi yang akan ditahan selama 14 tahun. Saya ditahan di Blok A8 dengan ruangan kira-kira 3×8 meter persegi yang bisa diisi untuk empat orang. Tetapi saya hanya berdua. Saya di narkoba karena katanya gedungnya bagus. Menurut saya, yang bagus di blok saya saja karena bersih, tidak bau, dan tidak kumuh.
Adakah langkah yang akan ditempuh terkait masa penahanan maupun status tersangka Anda?
Ini harus diungkap. Artinya kesewenang-wenangan itu pelanggaran hukum, supaya kesalahan itu tidak terjadi pada masa mendatang. Ada beberapa hal yang akan saya lakukan. Pertama, saya akan melapor ke parlemen tentang kesewenang-wenangan ini. Kedua, saya mau memasang iklan di media sosial (yang tersebar secara internasional -red), mencari pengacara. Pengacara ini bukan hanya harus bisa membebaskan saya dari jeratan makar tetapi juga membuktikan bahwa tuduhan makar itu palsu. Hal ini perlu disampaikan kepada masyarakat dunia karena tuduhan palsu ini berasal dari negara, yang diwakili oleh Polri. Jadi publik internasional harus mengerti bahwa Indonesia melakukan tuduhan palsu kepada warganya. Kasus makar saya ini ibarat begini: ada peristiwa pembunuhan, yang terbunuh tidak ada, alat pembunuh tidak ada, tetapi ada pembunuh. Yang terjadi sekarang ini, asal ada kumpulan massa, akan dianggap sebagai cara yang dipakai untuk menjatuhkan rezim. Padahal kalau baca Pasal 107, 108, 110 KUHP, tidak demikian. Jadi negara saat
ini, melanggar Pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul juga. Salah dua kali: tuduhan palsu dan membungkam orang. Ini kejahatan negara. Sampai saat ini saya masih jadi tersangka, seharusnya kalau memang tidak ditemukan bukti, kasus saya dihentikan, SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Kasus saya hanya dicari-cari.
Menanggapi rencana Dahlia tersebut, Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, harusnya sebelum menggugat ke pengadilan internasional lakukan praperadilan terlebih dahulu.
“Ada baiknya bahwa pelaporan itu harusnya diuji melalui praperadilan bukan ke Mahkamah Internasional,” kata Martinus di Mabes Porli, Jakarta Selatan, Senin, (3/04/2017).
Martinus menjelaskan, Indonesia memiliki mekanisme tersendiri untuk menguji suatu perbuatan hukum, yakni melalui mekanisme praperdilan bagi mereka yang merasa proses hukumnya tidak sesuai dengan KUHAP.
“Kita punya mekanisme itu untuk melakukan upaya menguji sebuah perbuatan hukum, konsekuensi hukum ada ujiannya, ujinya di praperadilan. Silakan saja kami siap menghadapinya,” kata Martinus.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Probowo Argo Yuwono mengatakan, saat ini penyidik masih melakukan pemberkasan perkara dugaan makar pada 2 Desember 2016 lalu. Jika sudah lengkap kata dia, penyidik akan segera menyerahkan kepada jaksa penuntut umum (JPU).
“Saat ini maih dalam penyusunan berkas. Nanti berkas selesai kita ajukan ke JPU,” katanya.
Menanggapi pendapat Polri tersebut, seorang netizen yang berprofesi sebagai seorang pengacara angkat bicara.
“Itu (praperadilan) untuk pidana biasa. Untuk pidana yang berkaitan dengan politik, konvensi hak sipil & politik yang melindungi warga negara dari abused of power,” tulis akun @dusrimulya, Selasa 4 April 2017.
“Warga negara yang merasa dirugikan hak sipil dan politiknya oleh negaranya berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan Internasional,” tutupnya.
Diketahui Sri Bintang Pamungkas akan dibebaskan pada tanggal 15 April 2017.