Lex rei sitae, lex situs merupakan bagian dari hukum perdata internasional yang memiliki sejumlah kualifikasi. Asas yang satu ini berperan dalam mengurus perkara menyangkut banyak hal, sehingga tidak kalah penting. Melalui informasi berikut, Anda bisa mengenal asas lex situs dengan lebih jauh dan lengkap untuk memahami peranannya.
Apa Itu Asas Lex Rei Sitae, Lex Situs?
Asas lex rei sitae atau lex situs merupakan asas hukum mengenai perkara-perkara menyangkut benda yang tidak bergerak. Aturan yang ada pada objek adalah tunduk pada hukum dari tempat di mana benda itu berada. Penerapannya juga harus sesuai dengan hukum yang sedang berlaku.
Asas ini memiliki pengaturannya sendiri dalam hukum Indonesia secara terbatas. Sesuai dengan redaksi yang ada pada pasal 17 AB, pengaturan terhadap benda tetap yang isinya adalah hukum dari tempatnya berada.
Asas lex situs memiliki posisi cukup tepat, mengingat akan menimbulkan sebuah eksekusi atau penetapan atas hak benda itu sendiri. Dengan begitu, penerapan yang dilakukan akan menjadi lebih mudah karena sudah sesuai pada kaidah hukum.
Selanjutnya, dalam hal pewarisan untuk benda tetap, maka prosesnya tetap ada sesuai tempat di mana benda itu berada. Hal tersebut ada sebagaimana prinsip lex situs ini sudah berlaku. Perlu ada penegasan kembali kembali bahwa pasal tersebut berlaku untuk benda tetap yang mendapatkan penyebutan sebagai onroerendgoederen.
Akibat dari pengaturan AB tersebut, Indonesia jadi memiliki kaidah hukum mengenai HPI dan juga benda tetap. Namun, mengenai kaidah HPI, sangat penting untuk membuat peraturan sesuai hierarki perundang-undangan dan mengaturnya secara komprehensif.
Di sisi lain, ada pula yang mengatur status benda bergerak dalam HPI yang belum ada pada Indonesia.
Sedikit Sejarah Mengenai Asas Lex Situs
Pengaturan untuk asas lex situs sendiri nyatanya sudah ada sejak masa penjajahan kolonial Belanda. Melalui pasal 17 Algemene Bepalingen Van Wetgeving Voor Indonesia yang berisi tentang peraturan untuk barang-barang yang tidak bergerak.
Peraturan tersebut sekaligus menjadi peraturan untuk kolonial Belanda, selain KUH perdata, KUHP, dan peraturan lainnya. Hukum perdata internasional juga selalu mendapatkan penilaian yang dinamis dan bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat modern.
Di dalam sejarah perkembangannya, perdagangan pada tahap permulaan atau pertukaran dengan orang asing yang berhasil melahirkan kaidah-kaidahnya. Dengan begitu, sejumlah asanya berhasil tumbuh dan berkembang sampai ke zaman modern ini.
Klasifikasi Benda Bergerak dan Tidak Bergerak
Asas lex situs terbagi untuk dua benda, yakni benda bergerak dan tidak bergerak. Berdasarkan asas ini, misalnya penggugat adalah warga negara A dan tergugatnya adalah warga negara B, tetapi bendanya terletak di negara C, hukum yang berperan tetap pada di mana benda tersebut berada.
Lantas, bagaimanakah cara membedakan mana benda yang bergerak dan mana benda yang tidak bergerak? Kini, saatnya Anda mengenal klasifikasinya. Anda dapat mengenalnya berdasarkan pasal 504 kitab undang-undang hukum perdata KUHPer.
Dengan begitu, contoh benda yang tidak bergerak adalah tanah, rumah, dan pabrik yang diatur oleh pasal 506-508 KUHPer. Sementara itu, benda yang bergerak dapat berupa mobil, ternak, kapal yang tercantum pada pasal 509-518 KUHPer.
Benda bergerak berkaitan dengan asas-asas untuk kewarganegaraan seseorang, yakni nasionalitas dan domisili. Berdasarkan hal tersebut, status benda bergerak ada berdasarkan dua poin berikut ini.
- Tempat pemegang hak atas benda tersebut berkewarganegaraan dalam hukum.
- Hukum tempat pemegang hak atas benda berdasarkan pada domisilinya.
Mengikuti aturan dari asas lex situs berdasarkan tempat di mana benda itu berada.
Sementara itu, status hukum untuk benda yang tetap atau tidak bergerak tetaplah mengikuti penerapan pada awalnya. Misalnya saja, si A memiliki tanah di negara B, kemudian si A pulang ke negaranya dan berdomisili di negara D.
Jadi, status hukum dari benda tersebut adalah mengikuti penerapan dari hukum negara B. Selain benda yang bergerak dan tidak bergerak, ada pula benda yang tidak berwujud.
Benda tidak berwujud ini bisa berupa hutang-piutang, hak milik untuk perindustrian, dan hak-hak milik intelektual. Di Indonesia, pengaturan mengenai hukum untuk benda tidak berwujud berdasarkan undang-undang tersendiri. Misalnya saja, Undang-Undang HKI (Hak Kekayaan Intelektual). Namun, status untuk benda tidak berwujud bisa berdasarkan asas lainnya.
Contoh untuk Lex Situs yang Timbul Berdasarkan Perkaranya
Lex situs juga mengacu pada hukum tempat saat sebuah properti terletak untuk tujuan pertentangan hukum. Misalnya saja, properti yang mendapatkan pajak sesuai dengan hukum tempat properti itu berada atau berdasarkan domisili dari pemiliknya sendiri.
Perkara atau konflik pada situasi tersebut sebagai cabang hukum publik yang mengatur semua tuntutan hukum dan melibatkan unsur hukum asing. Nantinya, akan terlihat pula perbedaan atau hasil akan hukum mana yang akan menjadi penerapannya.
Saat sebuah kasus sampai ke pengadilan dan semua dukungan dari kasus tersebut bersifat lokal, pengadilan bisa menerapkan hukum kota yang berlaku atau memutuskannya. Namun, saat ada unsur asing pada kasus tersebut, pengadilan forum bisa menjadi wajib berdasarkan sistem konflik hukum dan mempertimbangkan sejumlah aspek.
Pertimbangan yang berlangsung berdasarkan apakah pengadilan forum memiliki yurisdiksi untuk kasus tersebut. Selanjutnya, cara untuk mencirikan masalah adalah dengan mengalokasikan dasar faktual kasus ke kelas hukum yang relevan.
Selanjutnya, penerapan akan pemilihan aturan ada untuk memutuskan, mana yang menjadi penerapan pada setiap kelas. Lex situs merupakan pilihan untuk mengidentifikasi kasus-kasus yang melibatkan kepemilikan dalam properti.
Perkara Properti dengan Asas Lex Rei Sitae
Seluruh properti lainnya bisa berlaku sebagai milik pribadi dalam sistem hukum umum yang bergerak dalam sistem hukum sipil. Properti yang berwujud, seperti komputer atau bentuk kekayaan intelektual lainnya. Pemeriksaan perkara terhadap asas yang berkaitan dengan Hukum Perdata Internasional (HPI) ini memiliki tahapannya sendiri.
Pertama, pengadilan mana yang mengurus persoalan dan berwenang untuk memeriksanya haruslah menjadi pasti. Penentuan tersebut juga didasarkan oleh bantuan titik-titik taut primer. Misalnya, pengadilan Indonesia berhak untuk memeriksa, maka HPI dan hukum Indonesia akan berlaku.
Tahap selanjutnya adalah memeriksa jenis atau persoalan apakah HPI itu, apakah untuk benda yang bergerak atau tetap. Pada tahap ini, biasanya akan ada proses kualifikasi dari fakta-fakta dan baru akan terjadi penetapan asas lex fori yang berhubungan dengan asas lex situs nantinya.
Titik taut sendiri memiliki definisi titik-titik pertalian atau adanya unsur asing yang berhasil mendapat tanda. Dengan begitu, suatu kaidah hukum asing dapat berlaku sesuatu sesuai peristiwa hukum.
Melalui tahapan yang diikuti, proses identifikasi perkara menjadi lebih terarah. Asas lex situs dapat menyangkut sejumlah domisili, sehingga harus berjalan dengan benar.
Itulah penjelasan mengenai asas lex ritae situs, lex situs. Semoga bermanfaat dan Anda bisa mengenali sejumlah kasus dengan baik dan menemukan solusi berdasarkan hukum perdata.