Christopher Paul Gardner, seorang pria berusia 63 tahun yang perjalanan hidupnya diangkat menjadi sebuah film di industri Hollywood berjudul The Pursuit of Happyness yang dibintangi oleh Will Smith. Perjalanan hidup Chris tidaklah mudah. Di usia yang masih sangat belia, ia harus melewatinya dengan kondisi yang memprihatinkan, yakni hidup di bawah garis kemiskinan. Ia juga pernah merasakan dinginnya tidur beralaskan lantai toilet saat menjadi seorang gelandangan.
Chris kecil hidup bersama ibunya yang kemudian menikah dengan pria yang kemudian menjadi ayah tirinya. Ibunya bekerja sebagai seorang guru dan mengambil 3 pekerjaan sambilan sekaligus untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Chris dan ibunya sering mendapat kekerasan yang dilakukan oleh sang ayah tiri. Ia tidak sempat menamatkan bangku kuliahnya karena keterbatasan biaya. Oleh karena itu Chris juga ikut mengubur impiannya untuk dapat menjadi seorang dokter. Chris kemudian bekerja sebagai penjual alat-alat kesehatan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Chris sempat menikah dengan seorang guru matematika asal Virginia bernama Sherry Dyson. Namun pernikahan itu kandas karena Chris menginggalkan Sherry untuk hidup bersama Jackie Medina yang mengandung anak Chris. Putra mereka, Christopher Jarrett Gardner Jr, lahir pada tanggal 28 Januari 1981. Saat itu Chris bekerja sebagai asisten lab peneliti di UCSF dan Rumah Sakit Veteran dengan gaji hanya 8000 US Dollar setahun. Penghasilan ini tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup keluarganya. Ia pun memutuskan keluar dari pekerjaan ini dan bekerja sebagai salesman peralatan medis. Suatu hari, Jackie memutuskan untuk meninggalkan Chris dan anaknya dan sejak saat itu Chris hanya hidup berdua dengan anak semata wayangnya.
Chris kemudian tertarik mengubah karir sebagai seorang pialang saham ketika melihat seorang pekerja di Wall Street mengendarai mobil mewah. Ia memberanikan diri untuk bertanya pada orang tersebut, apa yang dilakukannya untuk hidup dan pria bernama Bob Bridges itu mengatakan bahwa ia adalah seorang pialang saham. Meskipun tanpa pendidikan, tanpa pengalaman, dan tidak memiliki koneksi, Chris tetap berusaha keras untuk mewujudkan mimpi barunya itu. Ia kemudian mengikuti pelatihan menjadi pialang saham yang diadakan oleh perusahaan pialang saham Dean Witter Reynolds.
Chris tidak mendapatkan bayaran dari pelatihan tersebut. Namun ia berusaha dengan keras agar mendapatkan promosi menjadi pegawai tetap di perusahaan tersebut. Ia pun berusaha mencari pelanggan yang mau menanamkan modalnya di Dean Witter Reynolds. Kondisi keuangannya semakin memburuk karena tabungannya disita akibat tidak membayar pajak. Ia juga harus mengurus anaknya, bahkan ia sampai diusir dari apartemennya karena tidak kunjung membayar uang sewa yang sudah ditunggak beberapa lama. Ia dan anaknya sampai harus tinggal di toilet sebuah stasiun kereta api akibat tidak mampu menyewa tempat tinggal yang layak. Chris dan anaknya bahkan sampai mendapatkan makanan melalui bantuan yang disediakan pemerintah ketika itu. Terkadang mereka juga tidur di taman, di sebuah penampungan di gereja, atau di kolong meja tempat kerjanya setelah rekan-rekan kerjanya pulang.
Meskipun harus melewati berbagai cobaan hidup, Chris tidak menyerah. Hasil dari kerja kerasnya mulai menunjukkan hasil. Chris berhasil menjadi satu-satunya orang yang terpilih menjadi pialang saham di perusahaan tersebut dari total 19 orang yang mengikuti pelatihan bersamaan dengannya. Sejak saat itulah karirnya melesat. Pada tahun 1983, Chris bergabung dengan perusahaan Bear, Stearns & Company dan berhasil menjadi marketing terbaik yang memiliki jumlah penjualan tertinggi di San Fransisco dan New York.
Di tahun 1987, Chris akhirnya memutuskan untuk membuka perusahaan pialang sahamnya sendiri yang diberi nama Gardner Rich & Co di Chicago yang bergerak dalam bidang pelaksanaan transaksi utang, ekuitas, dan transaksi produk-produk derivatif untuk beberapa lembaga terbesar Amerika Serikat. Kekayaannya saat ini mencapai lebih dari 60 juta US Dollar (atau sekitar 800 miliar Rupiah). Chris sudah berkeliling dunia sebagai seorang motivator. Ia juga menjadi sponsor sejumlah badan amal untuk para tuna wisma dan organisasi-organisasi yang menentang kekerasan terhadap perempuan.
Kesuksesan Chris Gardner tidak lepas dari apa yang telah dikatakan oleh ibunya setiap hari saat ia masih kecil. Saat itu ibunya berkata “Nak, kamu bisa melakukan atau menjadi apa pun yang kamu inginkan”. Dan Chris mempercayainya, ia dapat menjadi apa yang ia inginkan. Dari Chris Gardner kita dapat belajar bahwa impian yang kita miliki dan yakini dapat tercapai jika kita bekerja keras untuk mewujudkannya. Intinya adalah kerja keras dan tidak gampang menyerah, seperti Chris yang tidak menyerah akan hidupnya yang sempat menjadi gelandangan.
Kisah hidupnya diangkat dalam film berjudul The Pursuit of Happyness pada tahun 2006, dengan diperankan oleh Will Smith dan Jaden Smith. Judul film ini diambil dari buku autobiografi yang ditulis oleh Chris Gardner. Film ini sukses besar secara komersial dengan menghasilkan $307.1 juta, enam kali lipat dari biaya produksinya yang hanya $50 juta. Will Smith mendapatkan nominasi Piala Oscar dan memenangkan Golden Globe untuk kategori aktor terbaik.